Sabtu, 19 Oktober 2019

TRANSFORMASI BIROKRASI PELAYANAN PUBLIK DENGAN CARA DIGITAL






Semarang (7/10) Menindaklanjuti Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, maka Bagian Organisasi Provinsi Jawa Tengah menyelenggarakan acara Bimbingan Tehnis Pengelolaan Sistim Informasi Pelayanan Publik dan Sistim Pelaporan Pengaduan Pelayanan Publik Nasional Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat (SP4N-LAPOR) di Hotel Harris Semarang. Sambutan acara diberikan oleh Asisten Deputi Perumusan Kebijakan dan Pengelolaan SIPP, Muhammad Imamuddin dan Karu Organisasi Provinsi Jaw Tengah Ihwan Sudradjat untuk memulai Bimbingan Teknis SIPP dan SP4N LAPOR dengan dihadiri beberapa Sekretatris Daerah, instansi Daerah dan Organisasi Perangkat Daerah terkait.
SIPP dan SP4N LAPOR! Merupakan aplikasi yang disediakan pemerintah untuk melakukan transformasi Pelayanan Publik yang efektif efisien dan terintegrasi secara nasional secara digital dalam rangka menghadapi revolusi industri ke depan.Sebagaimana tertuang di UU No25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik dan Peraturan Pemerintah Nomer 96 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Pelayanan Publik.
Berdasarkan Permen PANRB No13 Tahun 2017, SIPP digunakan sebagai media informasi elektronik satu pintu yang meliputi penyimpanan dan pengelolaan informasi serta mekanisme penyampaian informasi dari penyelenggara pelayanan publik kepada masyarakat.
Dalam sambutannya, ucapan selamat kepada daerah yang sudah mendapat Dana Insentif Daerah (DID). DID diberikan dengan syarat harus : APBD selalu tepat waktu, harus WTP, PTSP, e-governance dalam barang jasa. Dana sebesar 7 milyar harus dilaporkan kepada TAPD guna dimanfaatkan untuk : 1) meningkatkan mutu inovasi, 2) bagaimana transfer knowledge 3) secara kebijakan akan meningkatkan inovasi. Informasi pelayanan publik penilaian meliputi : standar pelayanan, siapa yang melaporkan dan bagaimana pelaporan, sehingga masyarakat dapat  mengakses pelayanan publik guna mencapai tujuan RPJMD.
SP4N LAPOR! sebagai bagian dari kebijakan pelayanan publik. Nantinya akan ada MPP mall Pelayanan Publik (Perijinan 1 pintu untuk memudahkan pelayanan). Penting adalah transformasi informasi supaya pelayanan bisa tepat, cepat, memuaskan. Roadmapnya adalah adanya reformasi birokrasi yang harus dilaksanakan oleh semua Kabupaten/ Kota.
Keterbukaan informasi diarahkan agar birokrasi agar tidak kaku monoton tapi sesuai perubahan dan dinamis, menuju birokrasi yang good clean di tahun 2025. Sistem yang partial akan mengurangi effisiensi kebijakan. Publik diberi akses, mengusulkan  aspirasi serta memberi komplain.
Kategori Daerah dengan SIPP dan SP4N terbaik meliputi SK, akun aktif, serta >50% komplain ditindaklanjuti. SIPP Penggunaan SIPP dikatakan terhubung dengan baik apabila terdapat tiga standar pelayanan yang telah dipublikasikan oleh masing-masing Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Kemenpan Reformasi Birokrasi 3 OPD yang harus melaporkan yaitu, meliputi : Disdukcapil, PTSP, RSUD. Nantinya pengelola pelaporan informasi publik menjadi jabatan fungsional
Pada kesempatan itu diberikan penghargaan kepada daerah Kabupaten/ Kota yang berhasil dalam SIPP : Provinsi Jawa Tengah, Kabupaten Boyolali, Kabupaten Cilacap, Kabupaten Kendal, Kabupaten Wonosobo, Kabupaten Semarang, Kota Surakarta, Kabupaten Batang. Sedangkan Kab/Kota yang berhasil dalam SP4N Lapor yaitu Kabupaten Boyolali, Kabupaten Cilacap, Kabupaten Kendal, Kabupaten Pekalongan, Kota Semarang, Kota Surakarta, Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Grobogan, Kabupaten Kudus, Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Temanggung, Kabupaten Wonogiri, Kota Salatiga, Kabupaten Wonosobo
Dengan adanya keterbukaan informasi ini, diharapkan dapat memberikan informasi mengenai Pelayanan Publik kepada masyarakat, memudahkan akses masyarakat juga masyarakat dapat mengawasi dan berpartisipasi dalam penyelenggaran pelayanan publik, (AF)



EVAKUASI KORBAN KEBAKARAN DI RSUD SURADADI (5 LEVEL PREVENTION)


EVAKUASI KORBAN KEBAKARAN DI RSUD SURADADI  (5 LEVEL PREVENTION)



Hari Minggu (13/19), RSUD Suradadi tampak chaos, di Gedung Baruna lantai 1 dan lantai 2 ramai dengan evakuasi pasien yang dirawat keluar dari Gedung untuk penyelamatan dari kebakaran. Kebakaran di ruangan Baruna lantai 2 dipicu oleh kosleting listrik setempat. Tampak banyak pasien didorong petugas K3RS, serta perawat dari bed, brankar, kursi roda ada juga yang dipapah oleh security keluar dari Gedung yang terletak di halaman belakang Rumah Sakit. Beberapa lintas sektor datang membantu evakuasi yaitu dari Kepolsian setempat (Kepolisian sektor Suradadi) dengan 1 unit moobil Polsek, dan dari 1 tim yang terdiri atas 3 personel BPBD (Badan Penanggulangan Bencama Daearah) Kabupaten Tegal berusaha ikut mengatur dan membantu evakuasi.
Walau riuh ramai akhirnya evakuasi berjalan lancar, pasien di lantai dua dievakuasi melalui ram yang terdapat di bangunan sebelah selatan gedung, menuju titik kumpul (point assembly) yang terletak di sebelah timur antara instalasi Gizi dengan Gedung Dewa Ruci.
Demikian simulasi evakuasi saat terjadi bencana kebakaran dan gagal pernafasan, yang sednng disimulasikan oleh Tim Management Services and Training 119 dan RSUD Suradadi atas rekomendasi PPNI Kabupaten Tegal sebagai penutup dari Pelatihan  Basuc Training Cardiac Life Support yang digelar selama 4 hari 10-13 Oktober 2019. Sedikitnya ada 35 peserta yang terdiri atas karyawan internal RSUD Suradadi maupun petugas kesehatan keperawatan dari luar RSUD Suradadi yang meliputi Puskesmas maupun RSUD dari daerah tetangga Kabupaten Brebes dan Kota Pekalongan).
Pelatihan BTCLS kali ini merupakan Pelatihan kedua yang digelar RSUD Suradadi sebagai pembekalan keterampilan untuk mengantisipasi terjadinya kegawatdaruratan pada pasien baik akibat sakit maupun karena bencana, supaya segera tertolong serta dapat mencegah/ mengurangi angka kecacatan yang lebih berat seperti disebutkan oleh Leavel and Clark dalam 5 level of prevention langkah pencegahan penyakit. Pelatihan tersebut dipandang wajib diberikan kepada tenaga kesehatan supaya dapat professional, yakni mempunyai kemampuan kognitif dan afektif atau psikomotor termasuk di bidang emergency. Di sela-sela Pelatihan tersebut Ketua Panita BTCLS Andhika Arif,Maulana M.Psi Maulana didampingi Sri Harso Pamoro, SKM MM Kepala Seksi Keperawatan menyampaikan bahwa dalam dunia kerja pelayanan kesehatan keperwatan saat ini sertifikat BTCLS bukan lagi merupakan kelebihan kompetensi melainkan syarat wajib yang harus dimiliki setiap perawat untuk melamar pekerjaan profesional keperawatan.
Adapun sebagai menu materi wajib yang diberikan meliputi Penatalaksanaan Pasien akibat Trauma Kepala, Spinal, Thorak, Abdomen, Musculoskeletal dan Luka Bakar, Penatalaksanaan Pasien dengan gangguan pada airway dan Breathing Management (intubasi), Penatalaksanaan Pasien dengan Gangguan Sirkulasi, Alat Evakuasi dan Balut Bidai, Bantuan Hidup Dasar (RJP), code blue, Penatalaksanaan Kegawatdaruratan Kardiovaskuler (Sistem Konduksi Listrik Jantung, EKG Normal ), Penatalaksanaan Kegawatdaruratan Kardiovaskuler (Therapy Elektrik), Penatalaksanaan Kegawatdaruratan Kardiovaskuler (Gambaran EKG Pasien dengan ACS, Disritmia), Pneumothorak, Gagal Nafas, Batuk darah, simulasi chest tube, triage pasien,  stabilisasi musculoskeletal dan spinal yang diberikan dalam bentuk teori dan praktik.
Pada akhirnya acara ditutup dengan penyampaian kesimpulan, kesan pesan serta amanat kepada seluruh peserta beserta reward kepada peserta terbaik yang disambut dengan tepuk riuh segenap peserta dan panitia. Haarpannya melalui pelatihan ini maka terjamin keprofesionalitasan tenaga kesehatan, serta terjaminnya kompetensi dalam memberikan pelayanan kegawatdaruratan pada pasien, sehingga diharapkan dapat mengurangi risiko kecacatan bahkan meningkatkan harapan hidup pasien secara optimal (AF).

Senin, 14 Oktober 2019

Dinas Kesehatan Kabupaten Tegal Gencarkan Pembentukan Posbindu PTM



Dalam rangka mendukung program gerakan masyarakat hidup sehat (GERMAS) di Kabupaten Tegal, Dinas Kesehatan Kabupaten Tegal melalui Seksie P2PTM dan Keswa melaksanakan Sosialisasi Pembentukan Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular (Posbindu PTM) di 125 desa/kelurahan.
Pembentukan Posbindu PTM pada tahun ini di prioritaskan pada wilayah kerja puskesmas yang masih sedikit memiliki posbindu di desa/kelurahan, antara lain wilayah Puskesmas Bumijawa, Pagerbarang, Jatinegara, Pagiyanten, Dukuhwaru, Dukuhturi, Kramat, Pangkah, Talang, Balapulang, Warureja dan Puskesmas Tarub. Kegiatan ini bersumber dana dari APBD Tk II dan dana dekonsentrasi.
Pembentukan Posbindu PTM dilaksanakan dengan mengadakan pertemuan pembekalan kader deteksi dini faktor risiko PTM di tingkat kecamatan. Adapun peserta pertemuan ini adalah 5 orang kader kesehatan di tiap desa. Pertemuan pembekalan kader deteksi dini faktor risiko PTM di tingkat kecamatan di mulai dari bulan Juli sampai dengan bulan September 2019 dengan lokasi di aula pertemuan puskesmas atau di balai desa, digabung dalam satu kecamatan.
Materi yang disampaikan adalah deteksi dini faktor risiko PTM melalui Posbindu; pemanfaatan dana desa untuk bidang kesehatan terutama kegiatan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular; praktek pengukuran faktor risiko PTM; deteksi dini kesehatan jiwa di posbindu, surveilans / pelaporan online berbasis web bagi kader. Diharapkan dengan adanya pertemuan pembentukan Posbindu PTM dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan kader dalam pencegahan atau melakukan deteksi dini PTM secara mandiri dan berkesinambungan.
Sasaran Posbindu PTM mencakup semua masyarakat usia 15 tahun ke atas, baik itu dengan kondisi sehat maupun yang berisiko kasus PTM. Posbindu PTM merupakan salah satu upaya kesehatan yang berbasis masyarakat dan bersifat promotif preventif,
Kegiatan Posbindu PTM pada dasarnya adalah kegiatan milik masyarakat, yang dilaksanakan sepenuhnya dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat. Pelaksanaan Posbindu PTM bisa dilakukan oleh kader kesehatan yang telah ada dan sudah dibina serta difasilitasi untuk melakukan pemantauan faktor risiko PTM di masing-masing desa / kelurahannya.
Puskesmas berperan dalam pembinaan Posbindu PTM, dan menerima pelayanan rujukan dari Posbindu PTM di wilayahnya karena Posbindu PTM tidak mencakup pelayanan pengobatan dan rehabilitasi.




                                                                
                                                                 

  
                                                                                                                      

Minggu, 06 Oktober 2019

IAKMI gelar Workshop menulis



Pentingnya membangun ide, gagasan dan opini yang positif, sangat diperlukan untuk jalannya roda organisasi dan instansi. Bagaimana menyampaikan sebuah motivasi, nilai- nilai yang mengarah ke visi, fungsi kontrol, monitoring dan evaluasi bisa tercipta melalui kehumasan dalam sebuah organisasi. Demikian yang disampaikan Joko Kurnianto, ketua IAKMI Kabupaten Tegal dalam pemaparan materinya di acara Workshop menulis artikel populer, di Aula Dinas Kesehatan Kabupaten Tegal, Jumat (4/10). 

"Peran media dalam pembangunan sangat vital," ujarnya. 

Di tengah derasnya alur informasi, kita dituntut aktif melalui media dalam menghadapi era keterbukaan informasi publik ini. Berita yang dikomunikasikan mempunyai tujuan informatif, edukatif, maupun perubahan perilaku.

Hadir pula narasumber workshop tersebut, Wawan Hudiyanto, ST, wartawan senior harian Suara Merdeka. Wawan memaparkan bagaimana teknis menulis artikel populer yang menarik dan layak dimuat di media. Workshop dihadiri oleh 35 peserta dari pengelola informasi Dinas Kesehatan dan anggota IAKMI. Acar itu dibuka langnsung oleh dr. Hendadi Setiaji, M.Kes, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Tegal, dan ditutup dengan praktik langsung menulis artikel berita.





Jumat, 09 Agustus 2019

Menuju Tegal Bebas Sampah


   

 


"Tegal Darurat Sampah." Demikian ujar Bupati Tegal, Umi Azizah saat acara "Kabar Bupatiku" di Kantor DLH (Dinas Lingkungan Hidup) Kabupaten Tegal, yang disiarkan secara langsung oleh radio Slawi FM pada bulan Januari 2019.

Dan hingga kini, masih banyak tumpukan sampah tak terangkut di sana-sini. Media sosial seperti group FB Sisi Lain Kabupaten Tegal sering memberitakan keluhan warga tentang tumpukan sampah di tempat yang tak semestinya seperti di sungai, tanggul dan bantaran sungai, badan jalan, pekarangan, hingga TPS (Tempat Penampungan Sementara) yang sampahnya menggunung, meluber melebihi daya tampungnya.

Belum lagi, sampah organik yang mengendap lama, membuat aroma tak sedap sering mengganggu sekitar. Masih teringat kejadian bulan November 2018, saat warga pedukuhan Karangjongkeng Kelurahan Pakembaran, Slawi akhirnya menutup jalan menuju TPS yang terletak di belakang GOR Trisanja Slawi. Warga terusik dengan bau tak sedap dari sampah di TPS itu, yang menyeruak ke pemukiman saat musim hujan. 

Bagaimana mungkin semua sampah di Kabupaten Tegal akan terangkut ke TPS dan TPA (Tempat Pemrosesan Akhir), jika armada pengangkutan sampah selalu kurang? DLH Kabupaten Tegal kini hanya mempunyai 20 dump truck dan 4 truck amrol dengan 24 orang supir dinas pagi dan 7 supir dinas shift sore (data akhir Juni 2019). Tahun 2019 ini, rencananya DLH akan ada menambah 6 truk lagi, sehingga total akan ada 30 truk sampah. Sementara, gerobak sampah yang dimiliki DLH untuk mengambil sampah langsung dari rumah tangga belum bisa menjangkau semua rumah yang ada di Kabupaten Tegal. Itulah sebabnya, masyarakat dan pemerintah desa membantu mengkoordinir pengangkutan sampah dari rumah tangga ke TPS menggunakan gerobak secara swadaya.

Namun, perlu dipahami, bahwa sebanyak apapun armada pengangkut sampah yang ada tak akan menyelesaikan masalah sampah ini. Distribusi sampah, hanya memindahkan masalah dari rumah tangga ke TPS atau TPA. Mungkin tumpukan sampah akan hilang di rumah tangga, namun masalah besar akan timbul di TPA. Karena bagaimanapun, TPA memiliki batas daya tampung, apalagi jika semua sampah dari rumah tangga harus dibuang ke TPA, tanpa kecuali, pasti akan overload (kelebihan beban). Dan pasti akan terjadi "ledakan masalah" di TPA yang overload tersebut saat nanti menimbulkan masalah seperti pencemaran lingkungan atau gangguan kenyamanan warga. Penambahan dan operasional armada sampah serta perluasan area TPA tentunya membutuhkan biaya tinggi, belum lagi menghadapi penolakan masyarakat sekitar terhadap rencana pembagunan TPA.

Seperti yang pernah terjadi di Jepang. Pemerintah Tokyo harus mereklamasi Teluk Tokyo untuk menambah luas areal TPA-nya. Awalnya Jepang mengangkut semua sampah dari rumah tangga ke TPA, akhirnya pada tahun 1971 warga Kota Koto memprotes dan memblokir jalan yang dilewati truk-truk pengangkut sampah dari 23 kota di Tokyo, yang menuju ke TPA di daerah tersebut. Sejak saat itu pemerintah Tokyo serius melakukan tata kelola sampah terpadu, dan sangat gencar mempromosikan kesadaran masyarakat untuk membantu mengurangi dan memilah sampah. Saat ini Jepang berhasil mengurangi sampah hingga hanya 10% saja sampah rumah tangga yang terbuang ke TPA.

Di Jepang, pengelolaan sampah sudah terpadu bahkan spesifik. Artinya, semua sampah dari rumah tangga dapat dikelola. Bahkan disana tidak hanya organik dan non-organik saja, namun ada pengelolaan sampah secara spesifik, seperti sampah ukuran besar contohnya lemari, ranjang, logam. Ada juga pengelolaan sampah berbahan keras seperti keramik, sampah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun). Kesemuanya, tentunya membutuhkan dana besar dan manajemen yang baik. 

Pemecahan masalah sampah ini sebenarnya ada di tahap pengelolaan sampah sebelum masuk ke TPA dan adanya perubahan perilaku masyarakat dalam melakukan 3R (Reduce, Reuse, Recycle). Reduce adalah mengurangi sampah hasil rumah tangga. Sedikit mungkin rumah tangga menghasilkan sampah dengan perilaku-perilaku meminimalisir sampah produk rumah tangga. Seperti lebih sering menggunakan sapu tangan/ lap daripada tisu. Reuse adalah menggunakan kembali barang yang sebenarnya masih bisa dipakai seperti tas dan kantong plastik. Recylce adalah tindakan mendaur ulang sampah. Recylce bisa dilakukan sendiri atau pihak lain, seperti kreativitas membuat kerajinan dari sampah, mengolah sampah menjadi bentuk lain yang bisa dipakai, atau diserahkan ke perusahaan daur ulang sampah. 

Di Indonesia, belum banyak tersedia fasilitas tata kelola sampah sebelum sampah sampai ke TPA. Idealnya proses itu terjadi di antara TPS dan TPA. Mengapa disebut Tempat Penampungan Sementara? Karena disitulah seharusnya terjadi penampungan sementara sampah untuk dilakukan pengelolaan lebih lanjut. Sampah organik bisa dijadikan kompos untuk pertanian, budidaya magoot BSF untuk peternakan, dan atau tata kelola sampah organik yang lain. Sampah non organik bisa diolah menjadi kerajinan sampah, dan daur ulang. Dan idealnya, tempat pengelolaan sampah tersebut bersifat terpadu. Artinya, siap menampung dan mengelola semua jenis sampah apapun dari rumah tangga, tanpa kecuali .

Seperti Kota Surabaya, yang pengelolaan sampahnya sudah dikenal terbaik dan menjadi role model bagi negara-negara lain. Surabaya memiliki beberapa depo sampah yang menampung sampah dari rumah warganya. Di depo sampah ini terjadi proses pemilahan sampah organik dan non organik. Surabaya juga memiliki puluhan rumah kompos yang siap memroses sampah organik menjadi kompos.

Jika melihat contoh negara atau kota yang sudah berhasil mengelola sampahnya seperti diatas, timbul pertanyaan, apakah cukup sumber daya di Kabupaten Tegal untuk mewujudkannya? Tentunya, bukan dalam jangka waktu dekat. Lantas, apakah kita hanya akan menunggu saja? Atau, adakah tindakan yang perlu dilakukan untuk masalah yang sudah disebut "darurat" ini?

Di Kabupaten Tegal, DLH mendata ada sekitar 200 bank sampah yang telah berdiri. Namun secara pasti belum terdata lagi berapa jumlah yang terus aktif sampai kini. Dari keseluruhan bank sampah tersebut belum ada satupun yang siap melayani semua jenis sampah dari rumah tangga secara terpadu.

Keberadaan Bank Sampah di Kabupaten Tegal memegang peranan penting sebagai tata kelola sampah di unit kecil masyarakat. Tingkat kecamatan, tingkat desa atau bahkan bisa lebih kecil lagi. Bank sampah ini siap menampung sampah dari warga lalu deposito-nya yang terkumpul bisa dicairkan nasabahnya suatu saat. Sampah yang masuk ke Bank Sampah ini bisa berupa sampah kompos maupun sampah non organik. Dari Bank Sampah ini sampah non organik bisa dikelola untuk daur ulang (rongsok) atau kerajian sampah.  Sisanya, sampah yang sama sekali tidak bisa digunakan atau residu, dibuang ke TPA.

Berbagai komunitas atau individu pegiat sampah, dan lingkungan hidup terus bergerak di berbagai daerah termasuk di Kabupaten Tegal. Gerakan peduli sampah ini sudah tidak bisa dibendung lagi, karena hak dan keinginan kuat untuk menyelesaikan masalah ini yang sudah merupakan sebuah ancaman kesehatan lingkungan dan masyarakat.

Seperti yang dilakukan sebuah komunitas literasi "Tegal Membaca" belum lama ini. Sekitar 36 TBM (Taman Baca Masyarakat) yang tergabung di komunitas ini kemarin hari Minggu (16/6) mengadakan sarasehan dan halal bi halal di Lapangan Kobaktama desa Pasangan, dengan tema "Menuju tegal bebas sampah, sampah masalah dan rupiah."

TBM. Ar-Rosyad desa Pasangan, yang menjadi tuan rumah dan panitia acara itu sengaja mendatangkan narasumber Ahmad Budi Hermanto, ketua ASOBSI (Asosiasi Bank Sampah) Kabupaten Tegal dan Edi Sulistiyanto, ketua Karang Taruna Kabupaten Tegal. Dihadiri sekitar 100 orang dari berbagai pegiat lingkungan, karang taruna, perangkat desa, organisasi profesi kesehatan lingkungan, komunitas pendaki gunung, pegiat literasi dan relawan peduli pendidikan.

Dalam sarasehan tersebut membahas langkah nyata apa yang bisa dilakukan untuk menuju Tegal Bebas Sampah. Bupati Umi Azizah sendiri mencanangkan Tegal Bebas Sampah di tahun 2025, tentunya visi ini bukanlah hanya menjadi visi individu bupati sendiri, namun menjadi visi bersama seluruh masyarakat Kabupaten Tegal. Maka, masyarakat hendaknya kita bukan hanya menunggu apa yang akan dilakukan oleh Pemerintah Daerah terhadap visi itu. Masyarakat hendaknya ikut berpartisipasi mempromosikan peduli sampah, mengkampanyekan 3R (Reduce, Reuse, Recycle). Dan tentunya, membantu mewujudkan tata kelola sampah terpadu di unit kecil masyarakat itu. Bisa berupa Bank Sampah atau depo sampah terpadu. Dibutuhkan local hero sebagai inovator yang berani dan mampu mewujudkannya.

Sabtu, 23 Maret 2019

Konstanta Epidemiologi



Dalam matematika kita mengenal istilah konstanta. Kontanta juga dipakai dalam epidemiologi, ilmu mengenai penyebab dan penyebaran penyakit di masyarakat. Sebagai contoh saat kita menghitung Case Detection Rate (CDR) kasus kusta atau angka penemuan kasus baru.

Target CDR adalah 1,56 per 10.000 penduduk.

Lihat, dalam dalam target di atas, konstanta yang digunakan adalah memakai angka 10.000 (penduduk).

Capaian CDR suatu wilayah =  Jumlah kusta baru      x Konstanta 
                                                 Jumlah Penduduk

Konstanta untuk menghitung CDR bisa memakai 10.000 atau 100.000 , mana yang benar? semuanya benar. 

Dalam matematikakonstanta atau tetapan adalah suatu nilai tetap; berlawanan dengan variabel yang berubah-ubah. Konstanta digunakan dalam berbagai disiplin ilmu sains. Beberapa konstanta diberi nama menurut nama penemunya.
Contoh konstanta:
·         c (kecepatan cahaya) = 299.792.458 meter per detik.
·         h (konstanta Planck) = 6.626 x 10-34 Joule detik.
·         G (konstanta gravitasi) = 6.6742 x 10-11 m3 s-2 kg-1
·         Konstanta Hubble = 70 (km/s)/Mpc.
·         π (pi), konstanta rasio lingkaran terhadap diameternya, nilainya mendekati 3,141592653589793238462643...
·         e, nilainya mendekati 2,718281828459045235360287...
·         φ (rasio emas), nilainya mendekati 1,618033988749894848204586, atau dalam aljabar .


x


Namun kadang yang membuat tenaga epidemiolog bingung adalah kenapa Konstanta dalam epidemiologi tidak tetap? seperti halnya dalam menghitung CDR kusta tersebut diatas dikatakan boleh menggunakan 10.000 atau 100.000 ? Semuanya boleh dipakai tergantung bagaimana kita menyebutnya. Lebih jelasnya kita gambarkan dalam contoh perhitungan sbb:

Misal, Puskesmas Dukuhwaru mempunyai jumlah penduduk 59.884 jiwa, dan Kab Tegal mempunyai penduduk sejumlah 1.429.386 jiwa. Jika ditanya berapa target CDR Puskesmas Dukuhwaru? jawaban adalah:

Target CDR umum adalah 1,56 per 10.000 penduduk, maka target CDR Kusta Pusk Dukuhwaru adalah:

 1,56       x 59.884  = 9,3 pasien, dibulatkan menjadi 9 pasien
10.000

dan target CDR Kusta Kab Tegal adalah:

 1,56       x 1.429.386  = 223 pasien
10.000

Artinya Puskesmas Dukuhwaru harus menemukan 9 pasien dalam setahun. Kabupaten Tegal harus menemukan pasien kusta baru sejumlah 223 pasien.

Lalu, bolehkah menggunakan Konstanta 100.000 untuk perhitungan ini? Boleh! asal angka target menyesuaikan, artinya:

1,56 per 10.000 itu sama dengan 15,6 per 100.000

Jika diaplikasikan untuk menghitung, maka hasilnya akan sama. Berikut contoh target CDR Puskesmas Dukuhwaru menggunakan konstanta 100.000:

    15,6       x 59.884  = 9,3 pasien (dibulatkan menjadi 9 pasien)
 100.000

Untuk target CDR Kab.Tegal sbb:
  15,6       x 1.429.386  = 223 pasien
100.000

Jadi jika Pusk Dukuhwaru mendapatkan 9 pasien dalam setahun itu maka disebut Pusk Dukuhwaru mencapai angka  targetnya yaitu angka absolut 9, serta mencapai angka CDR yaitu 1,56 per 10.000 penduduk, boleh saja mengatakan Pusk Dukuhwaru mencapai angka CDR yaitu 15,6 per 100.000 penduduk. Namun Konstanta yang lazim digunakan dalam kusta adalah memakai 10.000 penduduk karna wilayah Puskesmas itu penduduknya tidak sampai lebih dari 100.000. 

Lalu Bagaimana menghitung capaian CDR kita? seandainya Puskesmas Dukuhwaru hanya mendapatkan 7 pasien, berapakah capaian CDRnya? jawabanya adalah sebagai berikut:

Jika capaian kasus 7 orang, maka  jumlah penemuan kasus   x 10.000 (konstanta)
                                                        jumlah penduduk
=        7             x 10.000   = 1,17 (per 10.000 penduduk)
      59.884

bisa disebut, Puskesmas Dukuhwaru hanya menemukan 1,17 pasien per 10.000 penduduk.

Boleh kita menggunakan konstanta 100.000 ? untuk menghitung diatas? Boleh! dengan perhitungan seperti berikut ini:

=        7             x 100.000   = 11,7 (per 100.000 penduduk)
      59.884

boleh disebut, Puskesmas Dukuhwaru hanya menemukan 11,7 pasien kusta baru per 100.000 penduduk.

Jadi, perhitungan menggunakan konstanta akan menghasilkan bagaimana cara kita menyebut hasilnya "per sekian penduduk", tergantung penyebutnya. Lain halnya dengan angka prosentasi yang biasa kita hitung dengan cara demikian :

Capaian   x 100%
 Target

7  x 100 %   = 77,8 persen
9

Sekian,semoga bisa membantu menjelaskan apa itu konstanta. Terimakasih.

Penulis: Bagus Johan Maulana, SKM