Permasalahan birokrasi merupakan sesuatu yang umum terjadi
di kalangan birokrasi negara-negara berkembang. Hal ini disebabkan antara lain
karena adanya gap (kesenjangan) antara harapan (das sollen) masyarakat dengan kenyataan (das sein) yang dialaminya. Kasus yang terkait dengan masalah
birokrasi tersebut salah satunya adalah praktik jual beli jabatan. Praktik jual beli jabatan yang telah
dilakukan oleh aparatur birokrasi di Indonesia membuat korupsi berupa suap
memiliki presentase yang tinggi dilakukan dalam birokrasi, terutama pada sistem
birokrasi pemerintahan. Seperti salah satu kasus tentang praktik jual beli
jabatan yang telah dilakukan pada aparatur birokrasi yakni adanya dugaan kasus
jual beli pada jabatan aparatur birokrasi yang dilakukan oleh Bupati Nganjuk
yang tertangkap pada kegiatan Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan oleh
tim dari pihak KPK dan juga oleh tim dari Bareskrim POLRI. Kesenjangan antara
harapan dan kenyataan tersebut memunculkan tuntutan adanya reformasi birokrasi.
Reformasi birokrasi pada dasarnya mengarah pada upaya-upaya yang perlu
dilakukan dalam bentuk perubahan-perubahan yang berarti dalam suatu sistem
birokrasi pemerintah.
Akhrinya pada tahun 2013 DPR RI sepakat membentuk Komisi
Aparatur Sipil Negara (KASN). Pembentukan KASN termaktub dalam Undang-Undang
Nomor Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN yang disetujui pada rapat paripurna DPR
RI, 19 Desember 2013. Sesuai dengan amanat UU ASN, KASN berfungsi mengawasi
pelaksanaan norma dasar, kode etik, dan kode perilaku ASN, serta penerapan
sistem Merit dalam kebijakan dan manajemen ASN di instansi pemerintah.
Pengawasan tersebut dimaksudkan supaya dapat membentuk ASN yang profesional dan
berintegritas.
Berdasarkan sejarah, sistem Merit sudah dikenal sejak zaman
dulu, pada zaman dinasti Qin dan Han di China telah menerapkan sistem Merit, mereka menerapkan sistem Merit melalui pendidikan dan
pelatihan dalam proses ujian dan seleksi bagi calon pejabat di pemerintahan
saat itu. Karena luasnya daerah kekuasan kerajaan pada masa itu dan kompleks
nya persoalan sosial kemasyarakatan, menyebabkan posisi jabatan bersifat tak
terbatas dan bisa diisi oleh siapapun yang memiliki kualifikasi dan kecakapan
dalam menjadi pejabat negara. Dari China, konsep sistem Merit menyebar ke daerah
Britania pada abad ke 17, dan kemudian menjelajah ke kawasan eropa dan amerika.
Di Indonesia sendiri, sejak awal kemerdekaan sampai sekarang, pemerintah kita
juga telah mengenal dan menerapkan sistem tersebut, akan tetapi penerapannya
tidak seperti yang diharapkan, terutama pada masa pemerintahan orde baru.
Sistem Merit
menurut disiplin ilmu merupakan suatu sistem manajemen kepegawaian yang
menekankan pertimbangan dasar kompetensi bagi calon yang diangkat, ditempatkan,
dipromosi dan dipensiunkan sesuai UU yang berlaku. Menurut pasal 1
Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara, Sistem Merit adalah kebijakan dan manajemen
ASN yang berdasarkan pada kualifikasi, kompetensi dan kinerja secara adil dan
wajar dengan tanpa membedakan latar belakang politik, ras, warna kulit, agama,
asal usul, jenis kelamin, status pernikahan, umur atau kondisi kecacatan. Sistem
Merit dapat menjadi bentuk apresiasi untuk mendukung jauhnya dari kata KKN
untuk pengisi jabatan yang berada dikursi publik.
Namun dibalik sistem tersebut tidak luput dari
penyelewengan wewenang yang dilakukan oleh aparatur sipil negara. Orang yang
mempunyai jabatan seharusnya memiliki tanggungjawab yang ada dipundaknya namun
dengan adanya penyelewengan tidak luput dari nepotisme yang menjadi hasrat pada
diri pejabat menimbulkan kecemburuan sosial antar aparatur karena mereka merasa
tidak diberikan keadilan atas dasar dari promosi jabatan yang tidak sesuai
dengan tingkat karier. Konsistensi suatu payung hukum akan mempererat komponen
yang ada di dalamnya. Terlebih saat ini pemerintahan Indonesia menganut sistem Merit yang mulai dikembangkan secara
berkala. Dalam mendukung pelaksanaan
sistem Merit ini dilakukan pengawasan terhadap pelaksanaannya baik di tingkat
Kementerian, Lembaga, Kabupaten/Kota di Indonesia. KASN memiliki peranan
penting dalam meningkatkan penerapan sistem Merit
dalam kebijakan dan manajemen ASN salah satunya yaitu melakukan pengawasan
terhadap pelaksanaan sistem Merit dengan melakukan penilaian terhadap pelaksanaan
sistem Merit.
Dalam melakukan pengawasan terhadap penerapan sistem Merit di
Instansi Pemerintah, KASN menjalankan tahapan sebagai berikut :
1.
Audiensi
Pertemuan
KASN bersama PPK dan Paguyuban dalam rangka memberikan penguatan komitmen.
2.
Coaching
Pengarahan
teknis tentang tata cara penilaian mandiri dalam aplikasi SIPINTER.
3.
Verifikasi
dan Klarifikasi
Verifikasi
hasil penilaian mandiri yang dilanjutkan dengan klarifikasi dokumen dan
implementasi.
4.
Penetapan
Rapat
pleno internal dan eksternal yang melibatkan paguyuban sistem Merit.
5.
Monev
dan Tindak lanjut
Tindak
lanjut rekomendasi KASN dan pengajuan pengisian jabatan melalui talent pool.
Dalam menunjang penerapan sistem Merit,
Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) menggelar Knowledge and Experience Sharing Sistem Merit
dalam Manajemen dan Kebijakan ASN di instansi pemerintah, pada Rabu
(19/5/2021). Menurut Ketua KASN, Prof. Agus Pramusinto, MDA, saat ini
diperlukan komitmen bersama untuk mencapai reformasi birokrasi melalui sistem Merit. Ada tiga pembicara yang hadir
pada acara tersebut. Masing-masing pembicara memaparkan strategi yang dilakukan
untuk mewujudkan sistem Merit di instansi mereka. Sebagai contoh, strategi
dalam hal tata kelola manajemen talenta, sistem informasi, hingga aspek
pengembangan karier. Para pembicara juga menyebutkan, peran KASN dalam
memberikan penilaian dan masukan juga menjadi tolok ukur penting untuk
penerapan sistem Merit di instansi. Hal itu supaya, penerapan sistem Merit di
instansi masuk ke dalam kategori sangat baik.
Selain itu Komisi Aparatur Sipil Negara
(KASN) juga melakukan penilaian penerapan sistem Merit dalam manajemen Aparatur
Sipil Negara. Berdasarkan data terakhir pada bulan Desember 2019, terdapat 183
Instansi Pemerintah baik Pusat maupun daerah yang terdiri dari 27 Kementerian,
19 LPNK, 34 Pemerintah Provinsi, 27 Pemerintah Kota, dan 76 Pemerintah
Kabupaten yang telah melakukan penilaian mandiri penerapan sistem Merit.
Penilaian mandiri penerapan sistem Merit tersebut dilakukan baik melalui
kuisioner (manual) dan melalui aplikasi SIPINTER, dengan hasil sebagai berikut.
Grafik 1. Pemetaan Penilaian Penerapan Sistem
Merit
Berdasarkan Jenis Instansi Pemerintah (2019)
*; Data gabungan antara penilaian yang sudah diverifikasi dan belum
diverifikasi KASN
Berdasarkan jumlah pemetaan penilaian penerapan
sistem Merit, dari 27 Pemerintah Kota dan 76 Pemerintah Kabupaten, hanya
terdapat 18 Pemerintah Kabupaten dan 5 Pemerintah Kota yang telah melakukan
penilaian penerapan sistem Merit melalui aplikasi SIPINTER. Selain itu
melakukan penilaian mandiri melalui kuisioner oleh masing-masing pemerintah
Kabupaten Kota. Hasil ini akan menjadi dasar KASN untuk menindaklanjuti dan
menyusun strategi dalam upaya meningkatkan penerapan sistem Merit di lingkungan
Pemerintah Kabupaten/Kota pada tahun 2020.
Kategori Hasil Penilaian Penerapan Sistem Merit
dalam Manajemen ASN di Instansi Pemerintah :
Kategori I (nilai 100-174) : dengan indikator
berwarna merah menunjukkan bahwa instansi dinilai ‘BURUK’. Instansi dalam
kategori ini masih perlu dibimbing intensif untuk dapat memenuhi persyaratan
yang diharapkan dalam penerapan sistem Merit manajemen ASN.
Kategori II (nilai 175-249) : dengan indikator
berwarna kuning, menunjukkan bahwa instansi dinilai ‘KURANG’. Instansi dalam
kategori ini perlu dibimbing untuk melengkapi berbagai persyaratan sistem Merit
dalam manajemen ASN.
Kategori III (nilai 250-324) : dengan indikator
berwarna hijau, menunjukkan bahwa instansi dinilai ‘BAIK’. Instansi dalam
kateogri ini masih perlu menyempurnakan berbagai persyaratan penerapan sistem Merit
dalam manajemen ASN di instansinya, tetapi sudah dapat menerapkan seleksi
terbatas dari talent pool dengan pengawasan KASN serta dievaluasi setiap tahun.
Kategori IV (nilai 325-400) : dengan indikator
berwarna biru, menunjukkan bahwa instansi dinilai ‘SANGAT BAIK’. Instansi dalam
kategori ini menunjukkan bahwa sebagian besar persyaratan sudah dipenuhi dan
sudah dapat diijinkan untuk menjalankan seleksi terbatas di instansinya melalui
talent pool dan dievaluasi setiap 2
(dua) tahun.
Berikut hasil pemetaan penilaian
mandiri penerapan sistem Merit di lingkungan Pemerintah Kabupaten/Kota di
Indonesia.
Grafik 2. Penilaian Penerapan Sistem Merit di 27 Pemerintah Kota
Sumber
: Bidang Pengkajian dan Pengembangan Sistem – KASN, 2019
Data tersebut, menunjukkan bahwa rendahnya penerapan sistem Merit
di Lingkungan Pemerintah Kabupaten/Kota. 83,5% Pemerintah Kabupaten/Kota
menerapkan sistem Merit dengan kategori Kurang dan Buruk. Hal ini disebabkan
oleh beberapa faktor diantaranya yaitu:
1.
Rendahnya pemahaman
aparatur sipil negara di Lingkungan Pemerintah Kabupaten/Kota mengenai
penerapan sistem Merit dalam manajemen dan kebijakan ASN.
2.
Minimnya
anggaran dan fasilitas pendukung yang dimiliki oleh Pemerintah Kabupaten/Kota.
Kondisi ini mengakibatkan sulitnya pengelola kepegawaian untuk mengembangkan
manajemen ASN di Lingkungan Pemerintah Kabupaten/Kota
3.
Kuatnya
intervensi politik di Lingkungan Pemerintah Kabupaten/Kota.
Rekomendasi kebijakan untuk KASN
dalam mendorong peningkatan penerapan dan penilaian sistem Merit dalam
manajemen ASN sebagai berikut: 1). Membuat Buku Pedoman, Juklak, dan Juknis
penilaian penerapan sistem Merit, sehingga memudahkan Pemerintah Kabupaten Kota
untuk melakukan penilaian penerapan sistem Merit; 2). Menjadikan Instansi
Pemerintah yang telah mendapatkan kategori “Baik” dan “Sangat Baik” sebagai
Mitra KASN untuk center of excellent
Penerapan Sistem Merit di Instansi Pemerintah; 3). Membuat pelayanan Konsultasi
“Penerapan sistem Merit dalam kebijakan dan manajemen ASN” dan Fasilitasi
Instansi Pemerintah yang buruk dan kurang dengan Instansi Pemerintah yang sudah
baik dan sangat baik untuk saling belajar (sharing
knowledge); 4). Melaksanakan bimbingan teknis kepada Tim Penilaian Mandiri
Penerapan Sistem Merit dan operator untuk operasionalisasi SIPINTER dalam
Penilaian Mandiri Penerapan Sistem Merit; 5). Mengelola basis data hasil
penilaian penerapan sistem Merit tersebut sebagai dasar penyusunan strategi dan
kebijakan dalam meningkatkan penerapan sistem Merit di Pemerintah Kabupaten
Kota; 6). Memberikan reward
(penghargaan) yang cukup efektif untuk dapat mendorong instansi pemerintah
menerapkan aspek-aspek sistem Merit dalam manajemen ASN. (tika/promkes)
Referensi:
Djamin A. 1999. Reformasi Aparatur/Administrasi Negara RI. Jakarta: Yayasan Tenaga Kerja
Indonesia.
Dwiyanto A dkk. 2002. Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia. Yogyakarta: Pusat Studi
KASN. 2019. Penerapan Sistem Merit dalam Manajemen ASN
di Instansi Pemerintah Tahun 2019. Diakses di (https://kasn.go.id/) pada
tanggal 20 Januari 2023
KASN. 2019. Penerapan
sistem Merit dalam manajemen ASN di Pemerintah Kabupaten dan Kota. Diakses
di (https://storage.kasn.go.id/) pada tanggal 21 Januari 2023
KASN. Kasn Gelar Knowledge And Experience Sharing
Sistem Merit Dalam Manajemen Dan Kebijakan Asn Di Instansi Pemerintah.2021.
Diakses di (https://kasn.go.id/) pada tanggal 21 Januari 2023
Riyadi. 2008. Reformasi
Birokrasi Dalam Perspektif Perilaku Administrasi. Diakses di (https://jia.stialanbandung.ac.id)
pada tanggal 19 Januari 2023
Zauhar S. 1996. Reformasi Administrasi: Konsep, Dimensi, dan Strategi. Bandung: Bumi
Aksara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar